Menghafal atau Mengilmui?

Menghafal atau Mengilmui?

Belajar di perguruan tinggi seharusnya tidak sama dengan belajar di sekolah dari TK-SMA. Saya ingat beberapa dosen yang mengajar di kampus saya. Mereka hanya ‘membacakan’ buku-buku pegangan kuliah dengan membiarkan kelas yang bermuatan besar itu hiruk pikuk.

Mungkin tidak semua perguruan tinggi seperti itu. Jika kita jujur, berapa banyak dari kita memiliki gaya belajar ‘menghafal’ atau hanya dikondisikan oleh dosen untuk ‘hanya’ menghafal. Akibatnya, saat ujian misalnya, kita begitu ‘takut’ dan khawatir jika tidak menjawab sesuai dengan yang ada di buku teks atau berbeda dengan dosen. Jarang sekali para dosen yang memiliki penghargaan terhadap pendapat-pendapat yang bervariasi.

Mungkin pada ilmu-ilmu eksak, metode menghafal rumus dan belajar untuk ‘teratur’ dapat digunakan. Ilmu-ilmu  eksak memiliki hasil akhir dengan pasti. Tapi tidak demikian dengan ilmu-ilmu social. Masyarakat selalu berubah, problematika social selalu berkembang dan melakukan penyelesaian yang lebih kompleks. Nah bayangkan jika kita para mahasiswa hanya ‘menghafal’ materi kuliah tanpa ‘mengilmui’? Apa yang dapat kita beri untuk masyarakat?

Di setiap ujian mid semester ataupun semesteran, saya sering melihat teman-teman saya yang ‘bekerja keras’ untuk membuat contekan di kertas kecil-kecil. Atau menuliskannya di kursi atau tembok dan segala macam modus operandi penyontekan. Saya jadi berpikir betapa ‘tersiksanya’ mereka dengan segala upaya copy-paste pada ujian tersebut. Apa sebab? Mereka mungkin khawatir jika tidak dapat menjawab  dengan benar/tidak tahu atau lebih tepatnya khawatir tidak menjawab sesuai dengan catatan mereka, atau apa yang telah mereka dapatkan dari para dosen.

Mengilmui beda lagi. Saat kita menjadi pembelajar yang aktif dan terbiasa menggunakan akal pikiran kita untuk membuat analisis-analisis  atas semua persoalan dalam bidang yang mereka tekuni. Mengilmui berarti bersungguh-sungguh mencari dan menghayati inti dari ilmu yang kita pelajari, menjadikannya sebagai ‘karakter’ dan memahaminya secara utuh. Saat kita mengilmui sesuatu, maka kita bukan saja mengetahui atau menghafalnya tetapi dapat membuatnya lebih simple  dalam pemahaman  kita dan dapat menjadikannya dasar dari pemecahan masalah. Maka orang yang mengilmui maka biasanya justru dapat memberikan jawaban persoalan dari hasil pemikiran sendiri.

Tahapan mengilmui  sesuatu tidak cukup hanya mendengarnya atau mencatatnya melainkan ‘mengulanginya’ dan bahkan mengajarkannya pada orang lain. Itulah sebabnya, kaidah belajar bagi orang dewasa atau yang sering disebut andragogis learning lebih menekankan pada upaya kita turut ‘mengalami’ apa yang kita pelajari. Dan hal tersebut sangat bisa dilakukan dengan terus mencoba mngaplikasikan teori-teori kita dengan magang, atau menjadi guru privat, misalnya. So,… siap untuk mengilmui guys?!

(dari berbagai sumber)